Translate

Sabtu, 06 Januari 2018

Alternatif Aplikasi Pemutar Musik Android Selain POWERAMP yang Sulit Diinstal Secara Full Crack


POWERAMP merupakan aplikasi android terbaik yang berbayar dengan kualitas suara yang menggelegar dari Bass dan Trebble nya, namun kebanyakan dari kita ingin mencari yang sudah full crack dirasa cukup sulit mendapatkannya atau bila adapun selalu crash (tidak bertahan lama) Jika masalah anda serupa dengan saya, berikut urutan Instalasi aplikasi ALTERNATIF + PENGATURANNYA yang InsyaAllah bisa serupa suaranya dengan Poweramp ;

1. Instal Jet Audio + Pengaturan
2. Instal Ekualiser + Pengaturan
3. Atur Enhancernya khusus pengguna Xiaomi

Semoga bermanfaat
W^ss^lM

Kamis, 28 Desember 2017

Hiburan Qasidah Untuk Pengantin Baru (1997)

Image result for Hiburan Qasidah Untuk Pengantin Baru (1997)

Sumber

Ada tiga pungut lagu lawas, diantaranya Nasida Ria - Pengantin Baru (Nur ‘Ain) album ke-4 akhir 70an, Nasida Ria - Thola’al Badru adalah album khusus berbahasa ‘Arab di era 80an setelah album ke-12 tahun 2000 dan juga di era ‘80an Sahara Timur dengan penyanyi Mansyur S. – Pesta Pengantin (karya Suhaemi) yang pernah disuarakan oleh Latif M. Adalah merupakan sebagai inpirasi terciptanya album special lagu religi sebagai pengisi waktu untuk hiburan yang berorientasi mantenan, dirilis 1997. Lalu ditambah dengan 7 lagu sebagai pelengkap isi kaset, yang lazimnya berisi 10 lagu.
Album produksi Puspita di era akhir ‘90an, umumnya tidak begitu bagus dalam mixing dari perangkat instrument alat music bahkan suara vokalpun tidak tertata sempurna. Sehingga produksi ini dianggap gagal produk. Penyebabnya tentu kesalahan Mixing, yang mungkin operatornya sudah diganti baru, yang seharusnya belajar kepada orang sebelumnya.
Proses transfer kaset ini memerlukan ekstra ketelitian agar menghasilkan lebih baik dari aslinya. Karena albumi ini mesti akan diminati banyak orang, maka begitu banyak menyita waktu meneliti dari detik perdetik untuk meredam atau memendam nada tertentu misalnya suara “cis” dari setiap mengucap kata “S” dari semua vocalis di setiap lagu dari ke-7 lagu tambahan di album ini. Irama lagu di album ini pada umumnya bagus-bagus, namun sayang suara treble untuk Tamborin tidak begitu ada sedangkan vokalnya treble (Nada “Hight”) terlalu over. Sehingga harus mengedit, atau mengubah agar lebih Nampak, nan lebih indah lagi.
_______________________________


Index A : __________

01. NASIDA RIA (Nur 'Ain) – Pengantin Baru (H. Fadholi Ambar)
02. NASIDA RIA (H. Mutoharoh & Group) – Thola'al Badru
03. MANSYUR S. (Sahara Timur) – Pesta Pengantin (Suhaemi)
04. AFUWAH – Do'a Pengantin (Drs Abu Ali Haidar)
05. H. NADHIROH – Bersyukurlah (A. Najib Abd)


Index B : __________

06. KHOIRIYAH (Vocalis Nida Ria) – Pengantin Baru (H. Fadholi Ambar)
07. H. MUTOHAROH – Malam Pengantin (M. Zahid Mimbar)
08. KONIAH – Lima Perkara (Ismail Soleh)
09. H. MUTOHAROH – Sholawat Salam (M. Zahid Mimbar)
10. KHOIRIYAH – Ucapan Selamat (Suhaemi)

BLACKBOARD – (1998) 18 Dangdut Jaipong Terlaris '98

Selasa, 14 November 2017

Sejarah Dangdut, dari Dakwah Hingga Goyang

Sejarah Dangdut, dari Dakwah Hingga Goyang

penampilan zaskia gotik (kiri) tampil bersama elvy sukaesih dan ayu ting ting menyanyikan lagu gula-gula pada malam penganugerahan mnctv dangdut awards 2014 di jakarta, rabu (10/12) malam. mnctv dangdut awards merupakan apresiasi yang diberikan kepada hasil karya musik dangdut dan pelaku industrinya dengan 9 kategori penghargaan. antara foto/julius wiyanto/meli/koz/spt/14.
Reporter: Iswara N Raditya
31 Mei, 2017
Sejarah dangdut turut mewarnai perjalanan panjang belantika musik Indonesia. Dari era Melayu yang mendayu-dayu, dijadikan media dakwah, hingga wabah dangdut disko dan dangdut koplo.
tirto.id - Pernah dengar istilah Nasida Ria dengan “gaya” baru? Jawabannya bisa mengetik “Qasima” di kolom pencarian YouTube, maka muncul deretan rekaman video yang menampilkan gadis-gadis muda berhijab layaknya kelompok Nasida Ria yang begitu populer sejak era 1970-an.

Qasima memang bukan Nasida Ria yang begitu melegenda dengan lagu-lagu religi Islam. Kelompok musik ini menyuguhkan nada-nada asmara dengan alunan dangdut, bahkan sesekali dimainkan dengan versi “koplo”. Suguhan yang cukup kontras dengan busana muslimah yang dikenakan para personel Qasima.

Grup ini memang mengadopsi gaya panggung Nasida Ria. Hanya saja, mereka tampaknya ingin tampil beda dengan membawakan tembang-tembang yang bisa mendorong pinggul untuk bergoyang. Para kaum hawa dengan menyandang gitar, menepuk ketipung, meniup seruling, terlebih lagi menggebuk drum, semuanya berjilbab menjadi tontonan alternatif untuk grup dangdut yang umumnya didominasi pria.

Grup asal Magelang ini juga menyuguhkan genre musik qasidah, pop, bahkan rock, tapi judul-judul lagu yang mereka bawakan didominasi oleh tema percintaan, seperti Kelangan (Kehilangan), Cinta dan Dilema, Karena Cinta Terlarang, Tembang Tresno, dan lainnya. Apa yang dilakukan Qasima dengan menyadur gaya Nasida Ria walaupun dengan warna yang berbeda bukan hal asing, sosok penyanyi dangdut A. Rafiq dengan gaya Elvis Presley era 1980-an bisa jadi contohnya.

(Baca juga: Elvis Presley" yang Mengguncang Panggung Dangdut Indonesia)

Apa yang dipertontonkan oleh Qasima itu justru menjadi keistimewaan dangdut yang tidak dimiliki oleh aliran musik lain, yakni fleksibel lagi dinamis. Jenis musik yang kerap dituding tidak berkelas ini memang juara jika bicara soal keluwesan. Dangdut bisa dipadukan dengan apapun, dari keroncong sampai musik cadas. Itulah yang boleh jadi menjadi alasan mengapa dangdut selalu ada di setiap titik masa dalam sejarah musik Indonesia, karena bisa menyentuh berbagai kemasan termasuk untuk kepentingan berdakwah.

Berdakwah Lewat Dangdut

Ada masa di mana dangdut diidentikkan sebagai jenis musik santun, sempat pula dianggap sebagai anti tesis untuk melawan musik rock yang seringkali dituding liar lagi brutal. Bahkan, dangdut pernah menjadi media yang cukup efektif untuk berdakwah, menebarkan nilai-nilai keagamaan, khususnya ajaran Islam.

Pada era 1960-an, tersebutlah biduan bernama Rofiqoh. Ia lebih dikenal sebagai Rofiqoh Dharto Wahab dengan menyertakan nama suaminya. Rofiqoh bolehlah disebut sebagai pelopor musik dangdut religi di Indonesia. Ia adalah penyanyi qasidah dan gambus yang juga seorang qoriah berbakat.

(Baca juga: Lagu Islami, dari Qasidah ke Religi)

Bahkan, seperti disebut oleh Jajat Burhanuddin (2002) dalam buku Ulama Perempuan Indonesia, Rofiqoh sah-sah saja dikategorikan sebagai mubalig jika mengikuti alur gradasi definisi tentang pengertian ulama yang kini semakin luas dan cenderung bisa disematkan kepada orang-orang yang menyiarkan ajaran agama, dalam konteks apapun.

Di periode selanjutnya, muncullah nama Rhoma Irama dengan Soneta Grupnya, grup dangdut yang dibentuk pada 13 Oktober 1973. Meskipun juga sering menciptakan lagu-lagu bertema asmara, tapi pria bernama lahir Raden Irama alias Oma ini dikenal pula sebagai musisi dangdut sekaligus seorang pendakwah.

Sejak debutnya pada awal dekade 1970-an itu, Rhoma sudah menggaungkan jargon “Voice of Moslem”. Berdakwah lewat dangdut ternyata sangat digemari. Buktinya, pada 1984, penggemar Rhoma dan Soneta tidak kurang dari 15 juta orang atau 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia saat itu (Tempo, 30 Juni 1984). Dari situ pula ia memperoleh julukan Raja Dangdut.

(Baca juga: Rhoma Irama, Sang Raja yang Tak Tergantikan‎)

Di kurun yang sama dengan masa kemunculan Rhoma Irama, lahir pula Nasida Ria, dibentuk pada 1975 di Semarang. Grup yang beranggotakan 9 muslimah ini mengusung musik qasidah dengan gaya Timur Tengah dan memakai alat-alat musik modern (Ziauddin Sardar & Robin Yassin Kassab, Muslim Archipelago, 2013).

Rhoma Irama dan Soneta maupun Nasida Ria melahirkan lagu-lagu Islami yang masih terjaga kesakralannya hingga kini. Mereka pun masih eksis dengan menerapkan regenerasi kendati sulit untuk mencapai ketenaran seperti dulu.


Sejarah Dangdut, dari Dakwah Hingga Goyang

Keabadian Musik Picisan 

Akar lahirnya dangdut di Indonesia disebut-sebut mulai muncul pada dekade 1940-an, bermula dari musik Melayu yang cukup populer di Indonesia bagian barat. Kala itu, belum lahir istilah dangdut, orang-orang menyebutnya dengan nama musik Melayu-Deli (Balai Bahasa Yogyakarta, Dari Tradisi ke Modernisasi, 2009).

Musik Melayu-Deli itu sebetulnya mirip dengan keroncong. William H. Frederick (1982) dalam Rhoma Irama and the Dangdut Style: Aspects of Contemporary Indonesian Popular Culture, bahkan menyebut musik keroncong di era itu dikatakan sebagai orkes melayu. 

Orkes melayu atau yang biasa disingkat O.M. inilah yang nantinya menjadi istilah untuk menamakan grup atau kelompok musik ber-genre dangdut, bahkan sampai saat ini. Para penggemar dangdut tentunya akrab dengan grup-grup macam O.M. Monata, O.M. Sera, O.M. Sagita, O.M. Palapa, O.M. Latansa, dan sejenisnya.

(Baca juga: Sang Penyelamat Krisis The Rollies)

Stigma kacangan musik dangdut ada benarnya juga, seperti yang pernah disandang keroncong. Di era kolonial, keroncong –yang notabene pendahulu dangdut– dipandang oleh masyarakat kelas atas, yakni bangsa Eropa/Belanda, secara hina sebagai produk kehidupan kelas kampung (Pesan-pesan Budaya Lagu-lagu Pop Dangdut dan Pengaruhnya, 1995). Kendati begitu, dangdut tak pernah mati. Bahkan sejak dalam wujud embrio, dangdut secara elastis mampu beradaptasi dengan perkembangan musik global dan akhirnya terlahir sebagai jenis musik sendiri.

Di masa awalnya, dangdut –yang berangkat dari musik Melayu dan keroncong– berbaur pula dengan jenis musik lainnya, semisal musik dari India, Timur-Tengah, bahkan Latin (Max Richter, Musical Worlds in Yogyakarta, 2012). Dari rezim ke rezim, dangdut berkembang mengiringi zaman. Saat industri musik Indonesia dijejali lagu-lagu pop cengeng ala Rinto Harahap pada dasawarsa 1980-an, dangdut juga ikut menceburkan diri kendati dengan format yang berbeda.

(Baca juga: Ini Rinto dan Ia Memang Bukan Rambo)

Begitu pula di era-era berikutnya di mana dangdut masih terus disuka walaupun hadir dengan wujud yang tidak selalu sama, termasuk dengan kemunculan Inul Daratista sejak milenum baru abad ke-21. Inul memang membikin heboh sekaligus menuai kecam dengan goyang ngebor-nya di awal era 2000-an itu yang lantas disusul dengan membanjirnya ragam jenis goyangan lainnya oleh para biduan wanita baru. 

Meskipun dicerca, bahkan sempat dicekal oleh sang raja dangdut Rhoma Irama, Inul tetap bertahan. Biduan asal Pasuruan, Jawa Timur ini bersikukuh ingin mengembalikan dangdut kepada akarnya, yakni sebagai musik rakyat (Rudi Gunawan, Mengebor Kemunafikan: Inul, Seks, dan Kekuasaan, 2003). 

Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang menyukai dangdut gaya baru yang ditawarkan Inul. Dangdut terus melaju dan menggulung jenis musik apapun yang menghadangnya. Maka tidak heran jika kini dikenal banyak varian dangdut, sebutlah dangdut Jawa (campursari), dangdut house, dangdut disko, dangdut koplo, dangdut metal, rock dangdut, dan seterusnya, hingga yang terbaru: Nasida Ria versi kekinian alias Qasima.

Dangdut memang tetap saja dianggap musik picisan. Namun, keandalannya sudah terbukti dan sekali lagi, ia tak pernah mati melintasi berbagai zaman. 

Baca juga artikel terkait DANGDUT atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya 

Jumat, 17 Maret 2017

Opick - The Best of Opick - Album (2011)


1. Assalammualaikum
2. Maha Penyayang
3. Maha Melihat (feat. Amanda)
4. Shollu Ala Muhammad (feat. Finalis FLO)
5. Tombo Ati
6. Rapuh
7. Cahaya Hati
8. Astaghfirullah
9. Takdir (feat. Melly Goeslaw)
10. Bila Waktu T'lah Berakhir
11. Haji 
12. Keagungan Mu
13. Rumput Bertasbih
14. Alhamdullilah (feat. Amanda)

Genres: Pop, Music
Released: Jul 01, 2011
℗ 2011 Forte Entertainment